Bismillah,
Bagaimana bid'ah memecah belah Umat Islam
By Siswo Kusyudhanto
Ini sebuah kisah yang menjadi bukti bahwa amalan bid'ah mencerai beraikan Umat Islam, diceritakan seorang teman yang kedatangan tamu seorang Muslim dari Bosnia Herzegovina, yang merupakan salah satu negara di Eropa dengan penduduknya mayoritas Muslim,
Sii tamu bule ini sempat tinggal beberapa bulan di sebuah kota di Pulau Jawa untuk sebuah penelitian, ketika tinggal di sana suatu hari mendapatkan undangan tahlil kematian dari salah satu tetangga yang anggota keluarga nya meninggal dunia, pertama datang ke acara itu dia sangat terheran-heran, maklum di negaranya meskipun mayoritas Muslim belum pernah dia jumpai ada amalan seperti ini,
Setelah acara selesai karena penasaran si bule mencari informasi dari beberapa teman Muslim lainnya yang dia temui juga membaca beberapa buku sejarah tahlil kematian, kemudian itu menjawab penasarannya, ternyata tahlil kematian adalah bentuk sinkretisme, atau percampuran budaya Hindu yang merupakan adat kebiasaan nenek moyang orang Jawa yang beragama Hindu merayakan kematian 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari dan 1000 hari dengan budaya Islam dimana dalam acara tersebut dibaca doa dan dzikir dari Al-Qur'an, , keterangan soal tahlil kematian ini dia temukan di Kitab Wedha Smerti Hindu Bali bab upacara kematian.
Cerita soal tahlil kematian ini juga datang dari teman orang Indonesia yang baru tinggal di Ohio, Amerika Serikat, suatu hari ada salah satu anggota keluarga nya meninggal dunia, maka seperti kebiasaan ketika di Indonesia dia mengadakan tahlil kematian, dia mengundang beberapa teman satu masjid di Ohio yang terdiri dari beberapa orang dengan asal negara yang berbeda, ada yang dari Yordania, ada yang dari Lebanon, ada yang dari Suriah dan ada dari Bangladesh,
Ketika teman-temannya itu datang dan diberitahu bahwa acara tersebut adalah tahlil kematian dimana ada doa, dzikir dan makan-makan, maka beberapa orang temannya ini bingung, maklum di negara mereka tidak ada acara seperti tahlil kematian ini, bahkan salah satunya berkata, sebaiknya kami pulang, sebuah yang tidak bagus ketika salah satu anggota keluarga mu meninggal dunia justru kita isi dengan makan-makan. Akhirnya acara itu bubar.
Demikianlah kisah bagaimana sebuah amalan bid'ah memecah belah Umat Islam menjadi banyak kelompok yang berbeda, maka cara menyatukan Umat Islam adalah meninggalkan amalan-amalan menyimpang seperti bid'ah dan kembali kepada ajaran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa sallam, Allahua'lam.
-------
Suatu saat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkisah,
خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هذه سبل و عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ {وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,’ kemudian beliau membaca,
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya’” ([Al An’am: 153] Hadits shahih diriwayatkan oleh Ahmad dan yang lainnya)
Para imam tafsir menjelaskan bahwa pada ayat ini, Allah Tabaraka wa Ta’ala menggunakan bentuk jamak ketika menyebutkan jalan-jalan yang dilarang manusia mengikutinya, yaitu {السُّبُلَ}, dalam rangka menerangkan cabang-cabang dan banyaknya jalan-jalan kesesatan. Sedangkan pada kata tentang jalan kebenaran, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan bentuk tunggal dalam ayat tersebut, yaitu {سَبِيلِهِ}. karena memang jalan kebenaran itu hanya satu, dan tidak berbilang. (Sittu Duror, hal.52).
Sumber referensi muslim. Or. Id. Co
Tidak ada komentar: