Pertanyaan:
Ketika ada perbedaan manusia dalam penentuan tanggal 9 dzulhijjah di kalender Hijriyah, karena perbedaan rukyah yang berbeda di setiap negeri. maka apakah tetap berpuasa ditanggal 9, sedangkan disisi lain ada kemungkinan saat itu sudah tanggal 10. Bolehkah berpuasa 2 hari (di tanggal 8 dan 9)?
Jawab:
Ya, boleh, bisa berpuasa dua hari. Karena tanggal 1-9 dzulhijjah adalah hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa.
Adapun menyendiri berpuasa tanggal 9 sedangkan saat itu kaum muslimin berselisih pendapat, apakah tanggal 9 atau tanggal 10 (dikarenakan perbedaan penanggalan dari sisi waktu wukuf, atau rukyah yang ditolak oleh hakim, atau mendung di negeri nya dan terlihat di negeri lain) maka sebagian ulama' menganjurkan puasa saat itu, ada yang menganjurkan untuk tidak berpuasa karena ragu.
Meskipun semua Ulama' sepakat jikalau puasa saat itu maka tidak diharamkan (selama diperselisihkan tanggal 9 dzulhijjah nya).
Berikut perbedaan pendapat nya:
Pendapat ke: 1️⃣. Tidak perlu berpuasa
Menurut pendapat ini, jikalau berpuasa maka hukumnya makruh (meskipun tidak haram)
Ini yang disandarkan kepada Sebagian Salafush shalih, seperti Sebagian Sahabat & Kibarut Tabi'in, termasuk pendapat An-Nakho'i, Masruq, dan lainnya dikalangan tabi'in.
Ibrahim bin Yazid An-Nakho'i (sighar tabi'in) Rahimahullah berkata terkait puasa Arofah diwaktu muqim:
إذا كان فيه اختلاف فلا تصومن
"Apabila diperselisihkan hari dalam penentuan hari Arofah maka janganlah engkau berpuasa." (Hasan, Atsar riwayat imam Ibnu Abi Syaibah dalam mushonnafnya (2/341), di nilai hasan oleh syeikh Dr. Abdullah Ibnu jibrin)
Dalam keterangan lain, Ibrahim bin Yazid An-Nakho'i Rahimahullah juga berkata:
كانوا لا يرون بصوم يوم عرفة بأسا إلا أن يتخوفوا أن يكون يوم الذبح
"Dahulu mereka (sebagian sahabat atau para kibarut Tabi'in) tidak melihat ada salahnya berpuasa pada hari Arafah (artinya tidak mengapa berpuasa) kecuali (dihari yang) mereka hawatir akan kemungkinan hari tersebut adalah hari idul Adha". (Atsar shahih, riwayat Ibnu Abi Syaibah (2/341)) di nilai shahih oleh syeikh Dr. Abdullah Ibnu jibrin).
Imam Ibnu Rajab al-Hambali Rahimahullah berkata:
وروي عن مسروق وغيره من التابعين مثل ذلك، وكلام هؤلاء قد يقال: إنه محمول على كراهة التنزيه دون التحريم، والله أعلم»
"Diriwayatkan juga dari Masruq dan lainnya yang serupa dengan keterangan An-Nakho'i, dan perkataan mereka ini bisa dikatakan: bahwa ketidaksukaan mereka berpuasa ini dibawa kepada hukum makruh Lit tanzih bukan menunjukkan keharaman (Lit tahrim). Wallahu A'lam." (Ahkamul ikhtilaf fi Rukyati hilali Dzilhijjah)
Penjelasan keterangan diatas:
"ما ورد عن النخعي -رحمه الله- لا يدل صراحة على أن النهي عن صيام يوم عرفة هو بسبب الاختلاف مع الناس في عرفة، بل الظاهر أن كلامه وارد فيما إذا غُمّ هلال ذي الحجة على الناس، أو شهد برؤيته من لم تقبل شهادته، فأكملوا شهر ذي القعدة، ففي تلك الحالة يكون اليوم التاسع مشكوكًا في كونه يوم عرفة أو يوم النحر، ولهذا كرهه من كرهه ممن كان يقصدهم النخعي.
"Apa yang disebutkan oleh Al-Nakho'i Rahimahullah secara eksplisit tidak menunjukkan sebuah larangan dalam puasa Arofah di hari yang manusia berselisih hari didalamnya. Bahkan dzahirnya perkataan An-Nakho'i adalah apabila hilal awal dzulhijjah (di negerinya) tertutup mendung dari pandangan manusia (tapi terlihat di negeri lain, sehingga terjadi perselisihan dalam penentuan hari arofah), atau benar-benar yakin terlihat hilal di negeri nya tapi di tolak oleh Hakim negeri (Qadhi), lalu (berselisih) dalam penggenapan 30 hari bulan Dzulqo'dah, maka dalam kondisi seperti ini terjadi sebuah keraguan apakah hari arofah atau hari idul Adha. dari keadaan seperti ini sebagaian ulama' silam memakruhkannya (dan meninggalkan puasa saat itu), sebagaimana yang dimaksud oleh Ibrahim An-Nakho'i. (an-Nurus sathi' min ufuqith Thawali' (hal. 6))
Pendapat ke: 2️⃣. Tetap dianjurkan untuk berpuasa.
Syeikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin Rahimahullah berkata:
وبناء على هذا صوموا وأفطروا كما يصوم ويفطر أهل البلد الذي أنتم فيه سواء وافق بلدكم الأصلي أو خالفه، وكذلك يوم عرفة اتبعوا البلد الذي أنتم فيه
“Atas dasar demikian, maka berpuasalah kalian dan berbukalah sebagaimana puasa dan berbukanya penduduk negeri yang kalian tempati. Baik itu sesuai negeri kalian yang asli ataukah menyelisihinya. Demikian pula hari Arafah, maka ikutilah negeri yang kalian tempati .” (Majmu’ Fatawa wa Rasail: 19/25)
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah pernah ditanya, jika seandainya hilal telah terlihat di Madinah namun ditolak oleh hakim Madinah, sehingga puasa Arofah mundur satu hari. Apakah tetap puasa satu hari (yang mana bisa jadi hari tersebut adalah hari idul Adha)? Maka syeikhul Islam menjawab:
نعم. يصومون التاسع في الظاهر المعروف عند الجماعة وإن كان في نفس الأمر يكون عاشرا ولو قدر ثبوت تلك الرؤية. فإن في السنن عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: {صومكم يوم تصومون وفطركم يوم تفطرون وأضحاكم يوم تضحون} أخرجه أبو داود وابن ماجه والترمذي وصححه. وعن عائشة - رضي الله عنها -أنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم {الفطر يوم يفطر الناس والأضحى يوم يضحي الناس} رواه الترمذي وعلى هذا العمل عند أئمة المسلمين كلهم
"Iya (berpuasa), mereka bisa berpuasa tanggal 9 dzulhijjah dalam apa yang dzohir diketahui jama'ah (bersama Hakim Madinah), meskipun secara batinnya, bisa jadi sudah masuk tanggal 10, karena saat itu ada yang mampu melihat hilal tersebut (tapi ditolak oleh Hakim). (Maka tetap bisa melakukan puasa tanggal 9) berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda (yang artinya): "engkau berpuasa ketika kalian semua berpuasa, engkau berhari raya idul Fitri ketika kalian semua berhari raya, dan engkau berkurban (idul adha) ketika kalian semua berkurban ” (shahih, HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)...
...Dan dalam riwayat Aisyah secara marfu' (dari nabi): "Idul Fitri adalah hari ketika orang-orang berhari raya, dan An Nahr (Idul Adha) adalah hari ketika orang-orang menyembelih hewan kurban". (Shahih, HR. At-Tirmidzi) atas dasar ini, para imam kaum muslimin mengamalkannya." (Majmu' Fatawa: 25/203)
Kesimpulan nya:
Dari keterangan diatas, bagi yang ingin berpuasa Arofah ditanggal 9 yang diperselisihkan hari tersebut (antara 9 atau 10) maka dipersilahkan puasa, tidak ada satupun Ulama' yang mengharamkannya, dan bagi yang tidak mau berpuasa Arofah (di hari yang diperselisihkan) maka tidak mengapa, karena hukum puasa Arofah hanyalah Sunnah.
Jikalau ingin berpuasa dua hari (di tanggal 8 dan 9 dzulhijjah) maka lebih baik, dalam rangka ikhtiyath dan keluar dari khilaf, karena kaum muslimin dianjurkan untuk memperbanyak puasa (maksimal 9 hari).
-------
Referensi:
- Majmu’ Fatawa wa Rosa-il, Syeikh Al-Utsaimin
- Majmu' Fatawa, Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Oleh: Dr. (can) Lilik Ibadurrahman, M.Pd
Tidak ada komentar: