Sebagian masjid dalam shalat tarawih berjamaah, setiap selesai salam, melantunkan lafadz-lafadz dzikir atau shalawat tertentu dengan suara yang keras dan berjamaah. Perkara ini tidak dicontohkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Karena sesungguhnya lafadz-lafadz dzikir atau shalawat tersebut termasuk ibadah. Dan hukum asal ibadah itu dilarang kecuali dengan adanya dalil yang mewajibkan atau mensunnahkannya.
Adakah Sunnah Dzikir atau shalawatan secara berjamaah pada shalat tarawih ?
Posted by
Berkata Syekh Muhammad Sholeh Munajjid hafizhahullah,
الأذكار من العبادات ، والأصل في العبادات المنع منها إلا بدليل يوجبها أو يستحبها ، ولا يجوز إحداث ذِكر مع عبادة ولا قبلها ولا بعدها ، وقد صلَّى النبي صلى الله عليه وسلم القيام مع أصحابه ليالي ، وصلَّى الصحابة أفراداً ومجتمعين ، في زمانه صلى الله عليه وسلم ، وبعد موته ، ولا يُعلم أنهم ذكروا الله تعالى بذِكرٍ معيَّن بعد كل تسليمة أو تسليمتين ، وعدم نقل العلماء لذكر جماعي بين ركعات التراويح عن الصحابة ومن بعدهم دليل على عدم وقوعه ، لأن العلماء كانوا ينقلون ما هو أخفى من مثل هذا الأمر الظاهر ، وخير الهدي في اتباعه صلَّى الله عليه وسلَّم واتباع أصحابه في أمور العبادات بفعل ما فعلوه وترك ما تركوه .
Dzikir itu termasuk ibadah, dan hukum asal ibadah itu dilarang kecuali dengan adanya dalil yang mewajibkan atau mensunnahkannya, dan tidak boleh membuat dzikir bersamaan dengan ibadah, tidak sebelum atau setelahnya, dan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melakukan shalat tersebut bersama para sahabatnya beberapa malam, dan para sahabat mereka juga telah melaksanakannya sendiri-sendiri dan juga berjama’ah pada masa beliau masih hidup, setelah wafatnya beliau, dan tidak diketahui bahwa mereka ini telah berdzikir dengan dzikir tertentu setiap kali selesai salam atau dua salam, dan para ulama tidak meriwayatkan adanya dzikir bersama di antara raka’at-raka’at tarawih dari para sahabat dan generasi setelahnya menjadi bukti bahwa hal itu tidak terjadi, karena para ulama mereka telah meriwayatkan apa yang lebih tersembunyi dari pada masalah yang jelas seperti ini, dan sebaik-baik petunjuk adalah dengan mengikuti beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan mengikuti para sahabatnya dalam hal ibadah dengan mengerjakan apa yang telah mereka kerjakan dan meninggalkan apa yang telah mereka tinggalkan”. Sumber : https://al-maktaba.org/book/31621/64857
Syeikh Muhammad Al ‘Abdari yang dikenal dengan Ibnul Hajj di dalam kitabnya Al Madkhol: “Pasal tentang dzikir setelah dua salam dari shalat tarawih:
وينبغي له - أي : الإمام - أن يتجنب ما أحدثوه من الذكر بعد كل تسليمتين من صلاة التراويح ، ومن رفع أصواتهم بذلك ، والمشي على صوت واحد ؛ فإن ذلك كله من البدع ، وكذلك ينهى عن قول المؤذن بعد ذكرهم بعد التسلميتين من صلاة التراويح " الصلاة يرحمكم الله " ؛ فإنه محدث أيضاً ، والحدث في الدين ممنوع ، وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم ، ثم الخلفاء بعده ثم الصحابة رضوان الله عليهم أجمعين ولم يذكر عن أحد من السلف فعل ذلك فيسعنا ما وسعهم . " المدخل " ( 2 / 293 ، 294 ) .
“Dan sebaiknya bagi seorang imam, agar menghindari dzikir yang mereka ada-adakan setiap kali selesai dua salam dari shalat tarawih, dan dari mengangkat suara mereka dalam dzikir, dan mengikuti satu suara, karena semua itu adalah bid’ah, demikian juga dilarang bagi seorang muadzin untuk mengucapkan setelah dzikir mereka setelah dua salam dari shalat tarawih: “As Shalatu Yarhamukumullah” karena hal itu termasuk hal baru juga, dan hal baru dalam agama dilarang, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, kemudian para kholifah setelah beliau, kemudian para sahabat –radhiyallahu ‘anhum- dan tidak disebutkan oleh seorang pun dari generasi salaf telah melakukan hal itu, maka kita merasa lapang dengan apa yang menjadikan mereka lapang”. (Al Madkhal: 2/293-294). Sumber : https://al-maktaba.org/book/31621/64857
Ibnu Hajar al-Haitamy rahimahullah ditanya, apakah shalawat atasnya shallallahu alaihi wa sallam disunnahkan antara salam shalat tarawih atau bid'ah yang dilarang atasnya?
Beliau menjawab,
الصلاة في هذا المحل بخصوصه لم نر شيئاً في السنة ولا في كلام أصحابنا فهي بدعة ينهى عنها من يأتي بها بقصد كونها سنة في هذا المحل بخصوصه
Bersholawat dengan mengkhususkan pada tempat tersebut, kami tidak berpendapat itu suatu SUNNAH, tidak pula menjadi pendapat para sahabat kami (ulama Syafiyyah), hal tersebut adalah BID'AH, terlarang darinya, orang yang melakukannya dengan maksud bahwa itu sunnah dengan mengkhususkannya ditempat tersebut.
دون من يأتي بها لا بهذا القصد، كأن يقصد أنها في كل وقت سنة من حيث العموم بل جاء في أحاديث ما يؤيد الخصوص إلا أنه غير كاف في الدلالة لذلك
Orang yang melakukannya (bershalawat) tanpa dengan niat ini, seperti berniat bahwasanya setiap waktu adalah sunnah (untuk bershalawat) secara umum (tanpa mengkhususkan waktu tertentu). Bahkan disebutkan beberapa hadis yang mendukung pengkhususan (waktu bershalawat), tetapi tidak mencukupi sebagai dalil karena alasan itu. (al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubro, 1/186). Sumber : https://www.islamweb.net/ar/fatwa/69133/
Namun jika lafadz dzikir atau shalawat dibaca masing-masing, tidak dipimpin, tidak mengeraskan suara, tidak menentukan dzikir khusus dan hitungan tertentu, maka itu diperbolehkan.
Berkata Syekh Muhammad Sholeh Munajjid hafizhahullah,
إلا أنه لا بأس للمصلي أن يدعو الله ، أو يقرأ القرآن ، أو يذكر ربَّه تعالى ، من غير تخصيص آيات معينة أو سور أو ذِكرٍ بين الركعات ، ومن دون أن يكون ذلك بصوتٍ واحد ، ولا بقيادة الإمام أو غيره ؛ لعدم ورود ذلك في الشرع المطهَّر ، والأصل التوقيف في العبادات في كميتها وكيفيتها وزمانها ومكانها وسببها وصفتها .
Hanya saja tidak masalah bagi orang yang shalat untuk berdoa kepada Allah, atau membaca Al Qur’an, berdzikir kepada Allah Ta’ala, tanpa menentukan ayat tertentu, surat, atau dzikir di antara raka’at-raka’atnya, dan hal itu dilakukan tidak dengan satu suara, tidak juga dipimpin oleh imam atau yang lainnya; karena hal itu tidak ada di dalam syari’at yang mulia ini, dan hukum asalnya adalah tauqifi (paten) dari sisi jumlah, tata cara, waktu, tempat, sebab dan sifatnya.
(Sumber : https://al-maktaba.org/book/31621/64857).
Tidak ada komentar: