1. Tahap eksplorasi minyak, yaitu pencarian sumber minyak oleh kawan2 dari Teknik Geologi dan Geofisika. Tingkat keberhasilannya kurang lebih 30%, artinya, dari mengebor 10 sumur, yang ada minyaknya 3 sumur, sisanya harus merugi karena ga ada minyaknya. Biaya eksplorasi amatlah mahal sehingga sering mengharuskan adanya investor asing yang mau bertaruh dengan uang sebanyak itu.
2. Tahap pengeboran, produksi minyak mentah, pemisahan minyak dari pasir dan air, serta perkiraan cadangan, serta optimasi pengurasan minyak. Ini wilayah dari teman2 Teknik Perminyakan.
Minyak mentah di Indonesia tidak semuanya bisa diolah di dalam negeri karena setiap kilang pengolahan minyak punya spesifikasi tertentu, sehingga minyak mentahnya dijual ke luar sesuai harga minyak dunia untuk jenis minyak tsb.
Sampai di sini disebut bagian Hulu (upstream).
3. Tahap transportasi dan pengolahan minyak mentah ke BBM, ini wilayah kawan2 Teknik Kimia (atau Petrokimia), Teknik Mesin, Teknik Sipil, dll. FYI, dari minyak mentah maka hanya ada sekian persen untuk BBM dengan kualitas yang cocok untuk motor/mobil. Sisanya ada yang jadi aspal, minyak bakar, dll.
4. Tahap distribusi BBM, penetapan harga, dan penjualan, ini wilayah para pemegang kebijakan, melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti ekonomi, dll.
Bagian ini disebut Hilir (downstream).
Dan perlu diketahui bahwa sejak Indonesia keluar dari OPEC karena sudah menjadi Net importir minyak (krn sudah lebih banyak konsumsi daripada produksi minyaknya), maka kita sangat tergantung dengan harga BBM dari luar.
Pemerintah tetap memberikan ruang bagi perusahaan asing untuk menjual BBM dengan mengatur harga penjualan sbgmn tertera dalam Kepmen ESDM No 62.K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan/atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan.
Semoga memberikan pencerahan.
#ustRistiyanRagio
-------------------------
Menanggapi reaksi publik atas kenaikan harga BBM, sejak minggu tanggal 4 kemarin banyak publik yang membandingkan harga BBM Pertamina VS harga BBM Vivo yang lebih murah, dengan (kabarnya) BBM swasta (termasuk Vivo) tidak disubsidi pemerintah.
Lalu kenapa harga BBM Vivo (non subsidi) lebih murah dibanding Pertamina (subsidi)?? Berikut penjelasannya:
1). BBM Vivo Revvo RON 89 mutunya lebih rendah dibanding Pertalite RON 90.
Buat yang belum tahu apa itu RON (Research Octane Number), adalah bilangan oktan yang menyatakan mutu bensin. Semakin besar RON, maka semakin bagus mutu bensin.
Mutu bensin ini ditinjau berdasarkan kinerja dan kebersihan bensin ke mesin serta kebersihan emisi buang (asap/polusi) bensin ke udara.
2). Penjualan BBM Vivo hanya terbatas di kota-kota besar saja (terutama di Jawa)
Beda dengan Pertamina yang penjualannya se-Indonesia, bahkan sampai ke pelosok luar Jawa yang aksesnya sulit berakibat biaya pengiriman tinggi.
Kemudian supaya BBM se-Indonesia bisa 1 harga, atau minimal mengurangi kejomplangan harga BBM antara Jawa dengan pelosok luar Jawa, maka Pertamina mamasang harga BBM lebih tinggi untuk mensubsidi silang tingginya biaya pengiriman ke pelosok luar Jawa tsb.
Masih ingat kenaikan harga BBM di tahun 2014 dulu (yang paling teringat harga premium naik dari 5 ribu jadi 7 ribu)? Itu tujuannya supaya BBM se-Indonesia bisa 1 harga, atau minimal mengurangi kejomplangan harga BBM antara Jawa dengan pelosok luar Jawa dengan metode subsidi silang tsb.
Ini juga menjawab pertanyaan kenapa harga BBM di Malaysia jauh lebih murah dibanding Indonesia, bahkan untuk RON lebih tinggi?? Selain karena Malaysia juga penghasil minyak bumi dan pemerintahnya lebih banyak mensubsidi harga BBM, juga karena wilayah Malaysia yang cukup kecil dengan kebanyakan aksesnya mudah dibanding Indonesia yang luas dengan tidak sedikit aksesnya sulit, mengakibatkan biaya pengiriman BBM ke seluruh Malaysia jauh lebih rendah dibanding ke seluruh Indonesia.
Kalau Vivo disuruh jual RON 89 harga 8.900 tanpa subsidi di seluruh Indonesia (termasuk di pelosok dan pedalaman, semisal Indonesia Timur) juga tidak akan mampu, karena biaya pengiriman tinggi.
(Kalau pun bisa dengan catatan bukan jual tekor, itu baru Vivo memang 👍👍 karena asli bisa jual BBM lebih murah dibanding Pertamina)
Kalau Pertamina cuma jual di kota-kota besar saja yang notabene aksesnya mudah seperti pom BBM swasta atau asing, pasti harganya juga lebih murah.
3). Bisa jadi strategi pemasaran Vivo yang notabene pemain baru di Indonesia memasang harga lebih murah (bakar uang) untuk menarik pembeli di tengah monopoli pesaing besar yang sudah lama eksis (Pertamina)
Di bawah ini perbandingan harga BBM Pertamina VS BBM swasta atau asing per 3 September, terlihat harga BBM Pertamina secara umum lebih murah dibanding lainnya.
Sumber gambar: pikiranrakyat.com
Semoga penjelasan di atas bisa menjawab rasa penasaran publik yang sejak hari minggu kemarin pada bertanya-tanya perihal tsb.
Walaupun saya sendiri kalau nemu pom BBM yang jual lebih murah saya juga akan beli di situ. Dan saya pun juga berharap harga BBM bisa turun, meski sepertinya tidak mungkin. Hahaa..
-------------------------
Kenapa harga minyak dunia turun tapi harga BBM di sini malah mau naik?
Saya coba kasih perspektif matematis. Asumsikan harga minyak mentah USD 100 per barel. Dengan konversi 1 barel = 158,99 liter, maka harga minyak mentah itu sekitar USD 63 per 100 liter atau USD 0,63 per liter. Dengan kurs USD 1 = Rp. 14.852, maka berarti harga minyak mentah sebesar Rp. 9.357 per liter. Ingat, ini harga minyak mentah sebelum diolah.
Tertangkap maksudnya?
Artinya, bahan baku BBM saja harganya sudah lebih tinggi daripada harga Pertalite. Ini belum ditambah biaya transportasi, biaya pengolahan, dan biaya-biaya non-teknis yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Ditambah lagi bahwa dari 1 liter minyak mentah ketika diolah cuma jadi ± 0,5 liter bensin, yang artinya harga mentahannya jadi Rp. 18.714 per liter. Angkanya aneh? Memang. Transaksi penjualan minyak bumi memang tidak transparan, jadi kita bisa berekspektasi ada angka-angka yang tidak ditampilkan di muka publik.
Yang jelas, harga BBM di Indonesia tidak turun ketika harga minyak dunia turun karena memang harga bahan mentahnya saja sudah lebih mahal daripada harga jual BBM-nya sendiri, sebagai imbas dari lemahnya kurs Rupiah terhadap Dolar AS.
Kalau kurs tidak berubah, satu-satunya cara agar harga minyak dunia setara dengan harga jual Pertalite adalah ketika harga minyak mentah jatuh ke USD 41 per barel, kurang dari setengah harga minyak mentah saat ini. Harga ini, saya jamin, tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
Ada banyak hal yang menjadikan harga BBM mahal, dan itu bukan sesuatu yang bisa diurai secara tuntas dalam ideologi kapitalisme neoliberal saat ini.
-------------------
Dzalimnya pemerintah ada pada:
1. Melakukan pembiaran distribusi BBM hanya berdasarkan harga, sehingga orang kaya mengambil jauh lebih banyak daripada orang miskin.
2. Melakukan pembiaran tata ruang yang tidak hemat energi, karena kurangnya sarana moda transportasi massal.
3. Kurang serius memperhatikan riset terkait energi bersih, baru dan terbarukan, sehingga industri migas ataupun listrik tergantung impor.
4. Menjadikan sektor energi primer (migas, batubara, pembangkit listrik) dikonsesikan ke swasta dan asing yang merugikan rakyat.
5. Melakukan pembangunan dengan utang ribawi sehingga beban utang jauh lebih besar dari subsidi energi.
6. Menggunakan uang fiat yang lemah sehingga nilai tukar ke US$ semakin melemah.
7. Tidak serius membersihkan korupsi di industri energi terutama di Pertamina (dari hulu sampai hilir) dan PLN.
Analisa dari Hamba Allah
Dikumpulkan dari berbagai sumber
Tidak ada komentar: