Rasa syukur tersebut dapat diwujudkan dengan rasa mencintai kepada Indonesia.
Tetapi apakah mencintai Tanah Air dapat menjadi sebuah ibadah atau justru jadi
maksiat?
Rasa cinta secara garis besarnya terbagi menjadi dua, yaitu pertama mencintai
yang syar’i (al-mahabbah asy-syar’iyah), mencintai yang disyari’atkan. Dan
kedua, al-mahabbah ath-thabi’iyah, yaitu cinta yang ada pada tabiat manusia.
Cinta yang syar’i sangat banyak contohnya, seperti cinta kepada Allah, kepada
Rasulullah, cinta kepada syari’at Allah Subnallahu wa Ta’ala.
Adapun cinta tabi’i, yaitu merupakan cinta dasar tabiat manusia. Seperti cinta
kepada diri sendiri, keluarga, harta, Tanah Air dan lain-lain.
Di antaranya yang disebutkan Allah Ta’ala dalam surat At-Taubah, yang para
ulama menyebutnya sebagai al-mahabbah ats-tsamaniyah, yaitu 8 perkara
kecintaan yang tabi’i.
قُلۡ اِنۡ كَانَ اٰبَآؤُكُمۡ وَاَبۡنَآؤُكُمۡ وَاِخۡوَانُكُمۡ وَاَزۡوَاجُكُمۡ
وَعَشِيۡرَتُكُمۡ وَ اَمۡوَالُ ۨاقۡتَرَفۡتُمُوۡهَا وَتِجَارَةٌ تَخۡشَوۡنَ
كَسَادَهَا وَ مَسٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَاۤ
“Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu,
istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang
kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai.”
(QS. At-Taubah, ayat 24).
Di antara dari delapan perkara yang dicintai secara tabi’i di atas adalah
cinta kepada Tanah Air (rumah-rumah tempat tinggal).
Di antara dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
وَلَوْ أَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ أَنِ ٱقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ أَوِ
ٱخْرُجُوا۟ مِن دِيَٰرِكُم مَّا فَعَلُوهُ إِلَّا قَلِيلٌ مِّنْهُمْ
“Dan sekalipun telah Kami perintahkan kepada mereka, “Bunuhlah dirimu atau
keluarlah kamu dari kampung halamanmu,” ternyata mereka tidak akan
melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka.” (QS. An-Nisaa, ayat 66).
وَمَا لَنَا أَلَّا نُقَاتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَدْ أُخْرِجْنَا مِنْ
دِيَارِنَا وَأَبْنَائِنَا
“Mereka menjawab: “Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal
sesungguhnya kami telah diusir dari anak-anak kami?” (QS. Al-Baqarah, ayat
246).
Dari dua ayat di atas disebutkan terkait “keluar dari negeri,” suatu perkara
yang tidak disukai, karena seseorang secara tabiat mencintai negerinya.
Lantas, bagaimana cinta kepada Tanah Air atau negeri menjadi ibadah atau
justru menjadi maksiat? Lebih lengkapnya bisa disimak di kajian berikut ini:
Tidak ada komentar: