Hari ini, 63 tahun lalu, tepatnya 25 Oktober 1957, rakyat Muslim Aljazair disuguhi kekejian luar biasa oleh penjajah Prancis. Salah satu pahlawan mereka, Yasmina Echaib, yang lebih dikenal dengan nama juang Zulaikha Oudai, disiksa secara kejam lalu dieksekusi oleh pasukan penjajah Katolik Prancis.
Zulaikha ditangkap Prancis sepuluh hari sebelumnya, tepatnya pada 15 Oktober 1957. Selama ditahan ia disiksa luar biasa sebelum dieksekusi dengan cara yang tidak pernah dibayangkan oleh siapapun. Ia diikat di belakang mobil dan diseret ke seluruh kota Cherchel. Itu dilakukan penjajah Prancis untuk menakut-nakuti warga yang ingin melawan Prancis: “Jangan ada yang berani menentang Prancis, karena kami takkan merasa kasihan pada kalian meski kalian wanita!”
Setelah itu, Zulaikha dinaikkan ke helikopter. Lalu, diketinggian tertentu, Zulaikha yang masih hidup dan bersimbah darah dilempar ke bawah. Sejak itu, tak ada berita tentang jasadnya.
Namun,di tahun 1984, seorang petani bersaksi pernah menemukan jasad seorang wanita di pinggir jalan beberapa tahun sebelumnya dan menguburkannya. Tim medis Pemerintah Aljazair pun lalu membongkar dan mengevakuasi jenazah wanita itu, dan berhasil membuktikan bahwa itu benar adalah jasad syahidah Zulaikha, karena pakaiannya belum hancur.
Wanita kelahiran kota Hadjout (saat itu penjajah Prancis menamainya kota Morengo) dan dibesarkan di kota Cherchel, di Provinsi Tipaza, Aljazair bagian utara pada 1911 ini merupakan salah satu dari jutaan korban jiwa rakyat Aljazair oleh kebiadaban penjajah Prancis di negeri Afrika Utara ini. Keluarganya dikenal banyak menyumbangkan syuhada.
Ia melewati masa kecilnya di bawah penindasan kejam Prancis, yang membuat warga Muslim Aljazair berada dalam kemiskinan dan kebodohan. Penjajahan Prancis di bumi Aljazair memang dikenal sejarah sebagai penjajahan paling brutal oleh sebuah negara Barat di luar Eropa. Prancis memang tak sekedar menjajah, tapi sejak awal memang bertujuan menganeksasi Aljazair menjadi salah satu wilayah negara Prancis.
Perlawanan demi perlawanan terus dilancarkan kaum Muslim Aljazair selama masa penjajahan Prancis (1830-1962). Prancis merebut Aljazair dari tangan pasukan Turki Usmani yang saat itu menguasai Aljazair. Perlawanan rakyat terbesar di seluruh Aljazair merebak antara tahun 1954-1962 yang akhirnya memaksa Prancis hengkang dan memerdekakan Aljazair yang sudah dijadikan provinsinya itu. Tapi, kemerdekaan itu dibayar mahal rakyat Aljazair dengan syahidnya sekitar 1,5 juta jiwa Muslim negeri itu, atau sekitar seperlima penduduk Aljazair. Di tujuh tahun pertama masa penjajahannya (1830-1837), pasukan Prancis tercatat juga telah membantai sekitar 1 juta dari 2,7 juta jiwa penduduk Aljazair saat itu.
Tak tahan dengan kondisi penindasan oleh Prancis, Zulaikha pun terjun ke medan jihad, berada di garis depan perlawanan Aljazair menentag penjajah. Dia memobilisasi aksi perlawanan ke kota-kota lainnya di luar Cherchel, dari pencarian dana sampai membentuk pasukan-pasukan tempur.
Tak heran kalau penjajah Prancis memasukkan nama Zulaikha dalam daftar “most wanted”, namun mereka berkali-kali gagal menangkapnya, sampai 15 Oktober 1957 saat Prancis melakukan penyerbuan besar-besaran ke kota Cherchel dan membantai ribuan penduduknya.
Sampai hari ini, Zulaikha Oudai atau Yasmina Echaib masih menjadi legenda wanita mujahidah di negeri 1,5 Juta Syahid itu.
Kisah kejam luar biasa Prancis selama 132 tahun di Aljazair berusaha ditutup-tutupi oleh para penguasa Prancis termasuk Presiden Emmanuel Macron saat ini dengan menyebar tudingan yang mengkaitkan Islam dengan kekerasan dan radikalisme di Prancis. Dia tak tahu malu dengan apa yang dilakukan pasukan dan pemerintah Katolik Prancis membantai jutaan rakyat Muslim Aljazair di tahun 1830-1962.*
Zulaikha ditangkap Prancis sepuluh hari sebelumnya, tepatnya pada 15 Oktober 1957. Selama ditahan ia disiksa luar biasa sebelum dieksekusi dengan cara yang tidak pernah dibayangkan oleh siapapun. Ia diikat di belakang mobil dan diseret ke seluruh kota Cherchel. Itu dilakukan penjajah Prancis untuk menakut-nakuti warga yang ingin melawan Prancis: “Jangan ada yang berani menentang Prancis, karena kami takkan merasa kasihan pada kalian meski kalian wanita!”
Setelah itu, Zulaikha dinaikkan ke helikopter. Lalu, diketinggian tertentu, Zulaikha yang masih hidup dan bersimbah darah dilempar ke bawah. Sejak itu, tak ada berita tentang jasadnya.
Namun,di tahun 1984, seorang petani bersaksi pernah menemukan jasad seorang wanita di pinggir jalan beberapa tahun sebelumnya dan menguburkannya. Tim medis Pemerintah Aljazair pun lalu membongkar dan mengevakuasi jenazah wanita itu, dan berhasil membuktikan bahwa itu benar adalah jasad syahidah Zulaikha, karena pakaiannya belum hancur.
Wanita kelahiran kota Hadjout (saat itu penjajah Prancis menamainya kota Morengo) dan dibesarkan di kota Cherchel, di Provinsi Tipaza, Aljazair bagian utara pada 1911 ini merupakan salah satu dari jutaan korban jiwa rakyat Aljazair oleh kebiadaban penjajah Prancis di negeri Afrika Utara ini. Keluarganya dikenal banyak menyumbangkan syuhada.
Ia melewati masa kecilnya di bawah penindasan kejam Prancis, yang membuat warga Muslim Aljazair berada dalam kemiskinan dan kebodohan. Penjajahan Prancis di bumi Aljazair memang dikenal sejarah sebagai penjajahan paling brutal oleh sebuah negara Barat di luar Eropa. Prancis memang tak sekedar menjajah, tapi sejak awal memang bertujuan menganeksasi Aljazair menjadi salah satu wilayah negara Prancis.
Tentara Prancis Setelah bantai Warga Sipil Tak Bersenjata Aljazair di kota Guelma, 1945
Perlawanan demi perlawanan terus dilancarkan kaum Muslim Aljazair selama masa penjajahan Prancis (1830-1962). Prancis merebut Aljazair dari tangan pasukan Turki Usmani yang saat itu menguasai Aljazair. Perlawanan rakyat terbesar di seluruh Aljazair merebak antara tahun 1954-1962 yang akhirnya memaksa Prancis hengkang dan memerdekakan Aljazair yang sudah dijadikan provinsinya itu. Tapi, kemerdekaan itu dibayar mahal rakyat Aljazair dengan syahidnya sekitar 1,5 juta jiwa Muslim negeri itu, atau sekitar seperlima penduduk Aljazair. Di tujuh tahun pertama masa penjajahannya (1830-1837), pasukan Prancis tercatat juga telah membantai sekitar 1 juta dari 2,7 juta jiwa penduduk Aljazair saat itu.
Tak tahan dengan kondisi penindasan oleh Prancis, Zulaikha pun terjun ke medan jihad, berada di garis depan perlawanan Aljazair menentag penjajah. Dia memobilisasi aksi perlawanan ke kota-kota lainnya di luar Cherchel, dari pencarian dana sampai membentuk pasukan-pasukan tempur.
Tak heran kalau penjajah Prancis memasukkan nama Zulaikha dalam daftar “most wanted”, namun mereka berkali-kali gagal menangkapnya, sampai 15 Oktober 1957 saat Prancis melakukan penyerbuan besar-besaran ke kota Cherchel dan membantai ribuan penduduknya.
Sampai hari ini, Zulaikha Oudai atau Yasmina Echaib masih menjadi legenda wanita mujahidah di negeri 1,5 Juta Syahid itu.
Kisah kejam luar biasa Prancis selama 132 tahun di Aljazair berusaha ditutup-tutupi oleh para penguasa Prancis termasuk Presiden Emmanuel Macron saat ini dengan menyebar tudingan yang mengkaitkan Islam dengan kekerasan dan radikalisme di Prancis. Dia tak tahu malu dengan apa yang dilakukan pasukan dan pemerintah Katolik Prancis membantai jutaan rakyat Muslim Aljazair di tahun 1830-1962.*
source mansyuralkatiri.com
Tidak ada komentar: