Penyebab kekerasan di dalam rumah tangga
Sumber kekerasan dalam rumah tangga, biasanya terjadi karena kekerasan suami kepada istrinya atau sebaliknya. Demikian juga kekerasan orang tua kepada anak. Kekerasan ini timbul karena istri (biasanya) tidak taat kepada suami, sehingga suami jengkel, dia memukul, mencaci, mengusir, mencerai, tak menafkahi dan lainnya.
Demikian juga kekerasan yang dilakukan oleh istri kepada suami, karena suami (biasanya) malas kerja, tidak memenuhi kebutuhan istri, sehingga istri marah, mencela suami di hadapan anak, keluar dari rumah, minta cerai, dan tindakan lainnya.
Atau kekerasan orang tua kepada anak, misalnya: memukul, menendang, mencubit, membentak, mengikat kaki atau tangannya, mengurung di kamar, atau bisa juga membanting barang yang berharga karena dibuat marah oleh anaknya.
Penyebab kekerasan banyak sekali, bisa jadi karena watak dan pembawaan suami, istri, atau orang tua, karena pada masa kecilnya (mungkin) terdidik oleh orang yang suka marah, sehingga menjadi pemarah dan keras kepala dan melakukan tindakan kekerasan lainnya.
Atau karena dihadapkan pada perkara baru yang belum pernah dialami sebelumnya, seperti suami yang tidak tahu watak dan kekurangan wanita, atau sebaliknya, istri yang belum merasakan pahitnya hidup berkeluarga.
Bisa juga karena anak yang sulit diatur dan selalu ‘ngerjai’ orang tua. Tetapi kalau kita mengamati semua penyebab kekerasan tadi, maka dapat diambil satu garis besar, yaitu karena mereka tidak memahami bahwa hidup ini penuh cobaan dan ujian, tidak membekali dirinya dengan ilmu agama yang bermanfaat. Mereka hanya berpikir tentang musibah dan lelahnya belaka, tidak mencoba berpikir tentang keuntungan orang yang bersabar saat ditimpa musibah. (Lihat QS. at-Taghābun: 14)
Orang yang bersabar dalam menghadapi ujian keluarga, Allah Subhanahu wata’ala akan menghapus dosanya di dunia sehingga tidak dihukum lagi di akhirat. Tetapi banyak keluarga tidak berpikir tentang hikmah di balik musibah dan ujian yang menimpa mereka. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Jika Allah menghendaki kebaikan pada hamba-Nya, Dia akan menyegerakan siksa kepadanya di dunia. Dan jika Allah menghendaki keburukan bagi hamba-Nya, maka Dia akan menahan (menangguhkan) siksaan itu hingga Allah melakukannya pada hari kiamat kelak.” (HR. at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh al-Albani: 4/610, ash-Shahihah: 1220, al-Misykah: 1565)
Jangan berbuat kekerasan kepada anak
Anak adalah buah hati buat suami istri, nikmat yang selalu dinanti setelah mereka menikah, namun orang tua jarang berpikir, bahwa nikmat buah hati ini sekaligus ujian juga buat orang tua. Dengan itu kelak mereka bisa mendapatkan pahala yang lebih baik ketika mampu bersabar mendidik anaknya.
Pemikiran anak berbeda dengan orang tua. Kita pernah menjadi anak kecil, tetapi kita tidak ingat bahwa diri kita pernah membuat jengkel dan marah orang tua. Mengapa anak tidak boleh kita kerasi? Karena dia masih kecil, belum sempurna akalnya, belum kuat jasadnya, maka wajar bila anak kecil sering menangis, rewel, memecahkan gelas, melempar makanan, main tanah dan air, bertengkar dengan saudaranya, berebut mainan dengan temannya, bahkan mungkin saat dia sakit, tapi sulit mengungkapkan sakitnya.
Ketika dia mulai baligh pun masih sering menyusahkan orang tua. Karena peralihan umur dan mulai bangkit syahwatnya. Apalagi pada zaman sekarang, didukung dengan perangkat lunak seperti ponsel dan yang semisalnya, maka anak yang tidak mengenal agama Islam dan kurang pengawasan orang tua, tentu akan membuat masalah dengan orang tua hingga sedih.
Kami yakin orang tua masih ingat dan bisa merasakan pada masa mudanya, terutama setelah baligh, bagaimana tingkah dan polah kita semasa kita masih gadis atau jejaka? Tentu saya rasa, semua pernah membuat pusing orang tua. Padahal saat itu belum ada fitnah digital yang dialami oleh putra dan putri kita pada zaman sekarang.
Jika orang tua atau pendidik mau memahami perkara ini, insya Allah akan mudah meredakan amarah kita bila mulai muncul. Tinggal bagaimana cara mengatasi kenakalan anak kita, dengan penuh pengawasan, kesabaran dan mendidiknya dengan baik. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam memerintahkan kepada kita agar berbuat lembut kepada sesama manusia, terutama kepada keluarga dan anak yang kita sayangi. Beliau memberitahu hal itu kepada Aisyah Radhiallahu’anha:
Jangan berbuat kekerasan kepada anak
Anak adalah buah hati buat suami istri, nikmat yang selalu dinanti setelah mereka menikah, namun orang tua jarang berpikir, bahwa nikmat buah hati ini sekaligus ujian juga buat orang tua. Dengan itu kelak mereka bisa mendapatkan pahala yang lebih baik ketika mampu bersabar mendidik anaknya.
Pemikiran anak berbeda dengan orang tua. Kita pernah menjadi anak kecil, tetapi kita tidak ingat bahwa diri kita pernah membuat jengkel dan marah orang tua. Mengapa anak tidak boleh kita kerasi? Karena dia masih kecil, belum sempurna akalnya, belum kuat jasadnya, maka wajar bila anak kecil sering menangis, rewel, memecahkan gelas, melempar makanan, main tanah dan air, bertengkar dengan saudaranya, berebut mainan dengan temannya, bahkan mungkin saat dia sakit, tapi sulit mengungkapkan sakitnya.
Ketika dia mulai baligh pun masih sering menyusahkan orang tua. Karena peralihan umur dan mulai bangkit syahwatnya. Apalagi pada zaman sekarang, didukung dengan perangkat lunak seperti ponsel dan yang semisalnya, maka anak yang tidak mengenal agama Islam dan kurang pengawasan orang tua, tentu akan membuat masalah dengan orang tua hingga sedih.
Kami yakin orang tua masih ingat dan bisa merasakan pada masa mudanya, terutama setelah baligh, bagaimana tingkah dan polah kita semasa kita masih gadis atau jejaka? Tentu saya rasa, semua pernah membuat pusing orang tua. Padahal saat itu belum ada fitnah digital yang dialami oleh putra dan putri kita pada zaman sekarang.
Jika orang tua atau pendidik mau memahami perkara ini, insya Allah akan mudah meredakan amarah kita bila mulai muncul. Tinggal bagaimana cara mengatasi kenakalan anak kita, dengan penuh pengawasan, kesabaran dan mendidiknya dengan baik. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam memerintahkan kepada kita agar berbuat lembut kepada sesama manusia, terutama kepada keluarga dan anak yang kita sayangi. Beliau memberitahu hal itu kepada Aisyah Radhiallahu’anha:
يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لَا يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ.
“Hai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Mahalembut. Dia mencintai sikap lemah lembut. Allah akan memberikan pada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak Dia berikan pada sikap yang keras, dan akan memberikan apa saja yang tidak diberikan pada sikap lainnya.” (HR. Muslim: 8/22)
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam melarang kita berbuat kekerasan kepada keluarga dan anak kita, seperti: mendoakan jelek, memukul wajah, dan kekerasan lainnya. Beliau bersabda:
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam melarang kita berbuat kekerasan kepada keluarga dan anak kita, seperti: mendoakan jelek, memukul wajah, dan kekerasan lainnya. Beliau bersabda:
لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لاَ تُوَافِقُوا مِنَ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ
“Janganlah kamu mendoakan jelek atas dirimu, dan jangan kamu mendoakan jelek atas anak-anakmu, serta janganlah kamu mendoakan jelek atas harta-hartamu. Tidaklah kamu menjumpai Allah sesaat pun yang Dia dimintai sesuatu melainkan Dia akan mengabulkan permintaanmu. (HR. Muslim: 8/232)
Rasulullah juga berbuat baik kepada istri, anak dan keluarganya. Beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
Rasulullah juga berbuat baik kepada istri, anak dan keluarganya. Beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Sebaik-baik dari kalian adalah orang yang paling baik kepada keluarganya. Sedangkan saya adalah orang yang paling baik kepada keluargaku daripada kalian.” (HR. at-Tirmidzi: 4269, dishahihkan oleh al-Albani)
Dampak kekerasan kepada anak
Jika sang ibu atau ayah suka marah kepada anak, sering memukul, mencekik, melempar, menampar, dan mencubit badannya, atau mencaci anak, serta mendoakan jelek untuknya, tentu akan berdampak buruk kepada anak. Bahkan bisa berbahaya bagi orang tua juga. Terkadang orang tua berpikir, bahwa kekerasan adalah jalan terakhir yang paling ampuh bagi penyelesaian perkara. Nyatanya, sebaliknya, kekerasan akan mengundang kerusakan badan, pemberontakan jiwa, melemahkan pikiran, bahkan membuat orang menjauh. Walaupun terkadang niat kita baik ketika melakukan kekerasan tersebut.
Kekerasan dalam bentuk apa pun yang dialami anak tentu akan membawa dampak. Selain stres dan depresi, kekerasan yang dialami juga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara psikis maupun fisik. Dampak yang dialami anak dapat berbeda-beda, tergantung dari jenis kekerasan yang mereka alami dan cara mereka menerima tindak kekerasan tersebut.
Kekerasan dapat merusak mental dan jiwa anak. Anak menjadi sakit hati, dendam, pemalu, kurang percaya diri, kesulitan membina persahabatan, bahkan menaruh kebencian kepada orang tua dan diri sendiri, serta menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari. Naudzubillah..
Kekerasan akan merusak fisik, seperti cacat fisik, kurang bisa mendengar karena sering dipukul kepalanya, mudah frustasi, ada yang menjadi sangat pasif dan apatis, ada yang tidak mempunyai kepribadian sendiri, ada yang sulit menjalin relasi dengan individu lain. Bahkan bisa jadi ia akan bunuh diri, atau membunuh orang tua, jika tidak dikendalikan dengan iman dan telah dikuasai oleh hawa nafsunya.
Perlakuan kejam dari orang tuanya akan membuatnya menjadi sangat agresif. Dan setelah menjadi orang tua, mungkin akan berlaku kejam kepada keluarga, anak-anaknya dan lingkungannya, karena dahulu ia mendapat warisan dari pendidik dan orang tuanya sifat yang sama.
Sedangkan dampak dari penelantaran anak, yaitu jika anak kurang mendapat perhatian dan kasih sayang orang tua, maka ia akan menyebabkan munculnya perasaan tidak aman (khawatir), gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa mendatang.
Adapun dampak dalam pendidikan anak lantaran adanya kekerasan fisik maupun verbal, ialah terlantarnya pendidikan anak, anak akan menjadi stres, merasa kesulitan di sekolah dan kurang bisa berkosentrasi dalam menerima pelajaran. Mungkin yang paling buruk, mereka akan berpotensi tumbuh menjadi seorang penganiaya jika tidak ada pengendali. Hal ini pertama kali dapat terlihat dari menurunnya prestasi anak di sekolah.
Oleh karena itu sebaiknya orang tua yang sedang bertengkar, tidak serta melibatkan anak atau tidak bertengkar di depan anak-anak, karena akan menimbulkan dampak yang buruk bagi perkembangan kepribadian mereka.
Akhirnya, semoga Allah Subhanahu wata’ala senantiasa memberkahi kita dengan ilmu dan kelembutan, serta kesabaran di dalam mendidik keluarga, anak, dan masyarakat. Aamiin…
Semoga bermanfaat.
Oleh: Ust. Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc
Diterbitkan oleh: Lajnah Dakwah Yayasan Maribaraja
artikel maribaraja.com
Dampak kekerasan kepada anak
Jika sang ibu atau ayah suka marah kepada anak, sering memukul, mencekik, melempar, menampar, dan mencubit badannya, atau mencaci anak, serta mendoakan jelek untuknya, tentu akan berdampak buruk kepada anak. Bahkan bisa berbahaya bagi orang tua juga. Terkadang orang tua berpikir, bahwa kekerasan adalah jalan terakhir yang paling ampuh bagi penyelesaian perkara. Nyatanya, sebaliknya, kekerasan akan mengundang kerusakan badan, pemberontakan jiwa, melemahkan pikiran, bahkan membuat orang menjauh. Walaupun terkadang niat kita baik ketika melakukan kekerasan tersebut.
Kekerasan dalam bentuk apa pun yang dialami anak tentu akan membawa dampak. Selain stres dan depresi, kekerasan yang dialami juga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara psikis maupun fisik. Dampak yang dialami anak dapat berbeda-beda, tergantung dari jenis kekerasan yang mereka alami dan cara mereka menerima tindak kekerasan tersebut.
Kekerasan dapat merusak mental dan jiwa anak. Anak menjadi sakit hati, dendam, pemalu, kurang percaya diri, kesulitan membina persahabatan, bahkan menaruh kebencian kepada orang tua dan diri sendiri, serta menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari. Naudzubillah..
Kekerasan akan merusak fisik, seperti cacat fisik, kurang bisa mendengar karena sering dipukul kepalanya, mudah frustasi, ada yang menjadi sangat pasif dan apatis, ada yang tidak mempunyai kepribadian sendiri, ada yang sulit menjalin relasi dengan individu lain. Bahkan bisa jadi ia akan bunuh diri, atau membunuh orang tua, jika tidak dikendalikan dengan iman dan telah dikuasai oleh hawa nafsunya.
Perlakuan kejam dari orang tuanya akan membuatnya menjadi sangat agresif. Dan setelah menjadi orang tua, mungkin akan berlaku kejam kepada keluarga, anak-anaknya dan lingkungannya, karena dahulu ia mendapat warisan dari pendidik dan orang tuanya sifat yang sama.
Sedangkan dampak dari penelantaran anak, yaitu jika anak kurang mendapat perhatian dan kasih sayang orang tua, maka ia akan menyebabkan munculnya perasaan tidak aman (khawatir), gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa mendatang.
Adapun dampak dalam pendidikan anak lantaran adanya kekerasan fisik maupun verbal, ialah terlantarnya pendidikan anak, anak akan menjadi stres, merasa kesulitan di sekolah dan kurang bisa berkosentrasi dalam menerima pelajaran. Mungkin yang paling buruk, mereka akan berpotensi tumbuh menjadi seorang penganiaya jika tidak ada pengendali. Hal ini pertama kali dapat terlihat dari menurunnya prestasi anak di sekolah.
Oleh karena itu sebaiknya orang tua yang sedang bertengkar, tidak serta melibatkan anak atau tidak bertengkar di depan anak-anak, karena akan menimbulkan dampak yang buruk bagi perkembangan kepribadian mereka.
Akhirnya, semoga Allah Subhanahu wata’ala senantiasa memberkahi kita dengan ilmu dan kelembutan, serta kesabaran di dalam mendidik keluarga, anak, dan masyarakat. Aamiin…
Semoga bermanfaat.
Oleh: Ust. Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc
Diterbitkan oleh: Lajnah Dakwah Yayasan Maribaraja
artikel maribaraja.com
Tidak ada komentar: