Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta tak perlu ada pelarangan cadar di lingkungan instansi pemerintah. Pasalnya, masalah cadar termasuk perbedaan pandangan dalam Islam yang masih bisa ditoleransi. Penyelesaiannya pun lewat jalur diskusi dan toleransi.
“Tak usah ada larangan. Kalau nanti dilarang masyarakat akan menuntut. Faktanya [cadar] begini yang dibolehkan oleh agama [malah] dilarang. Pakai cadar kan dibolehkan,” ujar Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas di kantornya, Jakarta, Jum’at (1/11).
Ia menjelaskan bahwa masalah cadar, dan juga celana cingkrang, termasuk kategori furu’iyah. Artinya, perbedaan dalam agama yang sifatnya tak prinsipil dan masih bisa ditoleransi. Pasalnya, beberapa mazhab ada yang menyatakannya sunah, dan ada yang menyatakannya wajib.
“Perbedaan tentang masalah cadar sikap yang harus kita kedepankan adalah sikap toleransi,” kata dia.
Ia juga membantah dugaan soal hubungan antara cadar dengan terorisme dan radikalisme. Menurutnya, aksi kekerasan di berbagai belahan dunia dilakukan oleh orang dengan berbagai latar belakang dan jenis pakaiannya.
Anwar juga mempertanyakan prinsip keadilan jika cadar memang dilarang. Sebab, di saat yang sama pakaian jenis lain yang jelas melanggar prinsip keagamaan, misalnya, rok mini, tak dilarang di instansi pemerintah.
“Kalau orang pake rok mini? Kalau orang ke Kemenag tidak pakai tutup kepala dilarang tidak? Kalau [pakai rok mini] tidak dilarang fairness-nya dimana? Kok orang pake pakaian sesuai ajaran Islam tidak boleh, tapi orang yang memakai pakaian yang dilarang Islam kok boleh?” cetus dia.
Ia pun meminta Menag merangkul sejumlah pihak yang berkepentingan untuk mendiskusikan rencana tersebut.
sumber: hajinews.id
Tidak ada komentar: