اْلأَصْلُ بَقَاءُ مَا كَانَ عَلَى مَا كَانَ, وَالْيَقِيْنُ لاَ يَزُوْلُ بِالشَّكِّ
"Hukum Asal Segala Sesuatu Adalah Tetap Dalam Keadaannya Semula, Dan Keyakinan Tidak Bisa Hilang Karena Keraguan"
Makna kaidah diatas adalah:
“Bahwa suatu perkara yang diyakini telah terjadi tidak bisa dihilangkan kecuali dengan dalil yang pasti dan meyakinkan.
Dengan kata lain, tidak bisa dihilangkan hanya dengan sebuah keraguan.
Demikian pula sebaliknya, suatu perkara yang diyakini belum terjadi maka tidak bisa dihukumi telah terjadi kecuali dengan dalil yang meyakinkan pula.”
Makna kaidah diatas adalah:
“Bahwa suatu perkara yang diyakini telah terjadi tidak bisa dihilangkan kecuali dengan dalil yang pasti dan meyakinkan.
Dengan kata lain, tidak bisa dihilangkan hanya dengan sebuah keraguan.
Demikian pula sebaliknya, suatu perkara yang diyakini belum terjadi maka tidak bisa dihukumi telah terjadi kecuali dengan dalil yang meyakinkan pula.”
( Al-Qowaid Al-Fiqhiyyah Al-Kubro oleh DR. Shalih bin Ghanim As-Sadlan hal.101).
Sehingga dapat dikatakan bahwa segala sesuatu yang kita ragukan keberadaannya, maka hal tersebut asalnya tidak ada.
Dan segala sesuatu yang kita ragukan jumlahnya maka asalnya kita kembalikan pada bilangan yang terkecil.
Dalil kaidah.
diantaranya adalah Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam :
Artinya: “ Apabila salah seorang dari kalian merasakan sesuatu dalam perutnya, kemudian dia kesulitan untuk memastikan apakah telah keluar sesuatu (kentut) atau belum, maka janganlah dia keluar dari masjid (membatalkan salatnya) hingga dia mendengar suara atau mencium bau .”
(HR. Muslim: 362).
Oleh karena itu, seseorang yang yakin terhadap suatu perkara tertentu, maka asalnya perkara yang diyakini tersebut tetap dalam keadaannya semula.
Dan perkara yang diyakini tersebut tidaklah bisa dihilangkan hanya sekedar karena keragu-raguan.
Contoh penerapan kaedah ini.
1. Apabila seseorang telah yakin bahwa sebuah pakaian terkena najis, akan tetapi dia tidak tahu dibagian mana dari pakaian tersebut yang terkena najis maka dia harus mencuci pakaian itu seluruhnya.
2. Apabila ada seseorang yang yakin bahwa dia telah berwudu, kemudian dia ragu apakah telah batal wudunya atau belum, maka dia tidak perlu berwudu lagi.
3. Dan begitu pula sebaliknya, apabila seseorang yakin bahwa wudunya telah batal, akan tetapi dia ragu apakah dia telah berwudu lagi atau belum, maka wajib baginya untuk berwudu lagi.
4. Barang siapa yang ragu dalam salatnya apakah dia telah salat tiga rakaat atau empat rakaat misalnya, maka dia harus mengikuti yang yakin, yaitu yang paling sedikit rakaatnya, yang mana dalam permasalah ini adalah tiga rakaat.
5.Barang siapa yang telah sah nikahnya, kemudian dia ragu apakah telah mentalak istrinya atau belum, maka pernikahannya tetap sah.
6.Apabila seorang istri ditinggal suaminya berpergian dalam jangka waktu yang lama, maka dia tetap dihukumi sebagai istri laki-laki tersebut dan tidak boleh baginya untuk menikah lagi. Karena yang yakin adalah bahwa sang suami pergi dalan keadaan hidup, maka tidak boleh menghukuminya telah meninggal kecuali dengan berita yang meyakinkan.
7.Apabila seseorang yakin bahwa dirinya pernah berhutang, kemudian dia ragu apakah dia telah membayar hutang itu atau belum, maka wajib baginya untuk membayar hutang tersebut kecuali jika pihak yang menghutangi menyatakan bahwa dia telah membayar hutangnya.
8.Seseorang yang ragu-ragu terhadap air yang ada dalam suatu wadah, apakah air tersebut masih suci ataukah tidak, maka ia mengembalikan pada hukum asalnya, yaitu hukum asal air adalah suci (tidak najis), sampai muncul keyakinan bahwa air tersebut memang telah berubah menjadi tidak suci lagi karena terkena najis.
Jika seseorang terkena air dari suatu saluran air, atau menginjak suatu benda basah, padahal ia tidak mengetahui apakah benda tersebut suci ataukah tidak, maka asalnya benda tersebut adalah suci (tidak najis).
Wallahu musta'an.
Sumber Artikel almanhaj dan cinta sunnah.
artikel republish from whatsapp group
Tidak ada komentar: