Komite Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad mengeluarkan rilis hukum berpartisipasi dalam pemilihan kepada daerah (pilkada) dan anjuran menggunakan hak pilih.
Ketua Majlis Fatwa DPP Perhimpunan Al-Irsyad, Ustadz Dr Firanda Andirja Lc MA, menjelaskan, pada dasarnya sistem demokrasi bukan berasal dari Islam dan kemudharatannya lebih besar daripada manfaatnya.
“Di dalamnya terdapat banyak hal-hal yang menyelisihi syariat, baik pada fondasinya maupun bangunannya,” ujarnya dalam keterangan tertulis Majlis Fatwa bersama Nafe Zaenuddin (Sekretaris) dan Nizar Saad Jabal (Anggota) diterima hidayatullah.com Jakarta, Jumat (16/02/2018).
Adapun berpartisipasi menggunakan hak pilih dalam pemilihan, maka hal ini, jelas Firanda, dianjurkan oleh banyak ulama ahlussunnah.
“Di antaranya; Syaikh Abdullah Bin Baz, Syaikh Muhammad Nasiruddin Al Albani, Syaikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin, Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad, Syaikh Al Luhaidan, Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh Mufti Kerajaan Saudi Arabia, Syaikh Nashir Asy Syatsri, Syaikh Ali Hasan Al Halabi, Syaikh Masyhur Hasan Salman, Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr, Syaikh Ibrahim Ar Ruhaily, Syaikh Abdul Malik Ramadhani Al Jazairi, Al Lajnah Ad Daimah, dan lain-lain,” sebutnya.
Firanda menjelaskan, menggunakan hak pilih berdasarkan kaidah ارْتِكَابُ أَخَفِّ الضَّرَرَيْن, tidak termasuk mendukung sistem demokrasi.
“Menggunakan hak pilih berdasarkan kaidah ارْتِكَابُ أَخَفِّ الضَّرَرَيْن tidak berarti bertanggung jawab terhadap hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang timbul di kemudian hari,” tambahnya.
Menggunakan hak pilih berdasarkan kaidah ارْتِكَابُ أَخَفِّ الضَّرَرَيْن, bahkan dinilai termasuk usaha untuk menempuh manhaj yang benar, karena mengikuti fatwa para ulama.
“Sebagai logika; Nabi shallallahu’alaihi wa sallam membiarkan seorang badui yang kencing di masjid, meskipun hal itu termasuk kemudharatan karena menajiskan masjid, bahkan Nabi mencegah para Sahabat yang hendak melarang Arab badui tersebut -meneruskan- kencingnya, karena justru akan menimbulkan kemudharatan yang lebih besar.
Jika ia tetap dilarang kencing -padahal sudah terlanjur mengeluarkan air kencingnya-, maka bisa jadi air kencingnya akan semakin berhamburan atau menyebar di masjid.
Pada peristiwa ini, tidak boleh dikatakan bahwa Nabi mendukung kencing di masjid (penajisan masjid) dan tidak boleh pula dikatakan bahwa Nabi bertanggung jawab terhadap akan ternajisinya masjid yang merupakan dampak kencing di masjid,” jelasnya memaparkan.
Firanda mengatakan, menggunakan hak pilih berdasarkan kaidah ارْتِكَابُ أَخَفِّ الضَّرَرَيْن hanya dimaksudkan untuk dan dalam rangka mengurangi keburukan-keburukan yang akan terjadi disebabkan sistem demokrasi.
“Dengan syarat kuatnya prasangka pemilih bahwa seseorang yang dipilih adalah orang yang paling memberikan maslahat yang dapat menolong manusia untuk kembali kepada Allah,” imbuhnya.
Bagi kaum Muslimin untuk mengikuti fatwa para ulama, karena mereka lebih matang keilmuannya, dan lebih mengetahui maslahat umum.
Firanda mengatakna, anjuran menggunakan hak pilih bukan berarti anjuran untuk terlibat langsung dalam kancah perpolitikan.
Majlis Fatwa DPP Perhimpunan Al-Irsyad pun menganjurkan kepada kaum Muslimin, baik yang menggunakan hak pilih atau yang tidak menggunakannya, agar selalu bersatu dan menjaga ukhuwah Islamiyah.
“Serta menjauhi perdebatan yang hanya melemahkan kaum Muslimin,” umbuhnya menganjurkan.
Kaum Muslimin pun diajak untuk selalu kembali dan mendakwahkan tauhid, bertawakal kepada Allah serta bertakwa kepada-Nya, apapun yang terjadi dan siapapun pemimpinnya.
“Karena takwa kepada Allah-lah yang akan memberikan solusi,” pungkasnya menasihati.*
Rep: SKR
Editor: Muhammad Abdus Syakur
Ketua Majlis Fatwa DPP Perhimpunan Al-Irsyad, Ustadz Dr Firanda Andirja Lc MA, menjelaskan, pada dasarnya sistem demokrasi bukan berasal dari Islam dan kemudharatannya lebih besar daripada manfaatnya.
“Di dalamnya terdapat banyak hal-hal yang menyelisihi syariat, baik pada fondasinya maupun bangunannya,” ujarnya dalam keterangan tertulis Majlis Fatwa bersama Nafe Zaenuddin (Sekretaris) dan Nizar Saad Jabal (Anggota) diterima hidayatullah.com Jakarta, Jumat (16/02/2018).
Adapun berpartisipasi menggunakan hak pilih dalam pemilihan, maka hal ini, jelas Firanda, dianjurkan oleh banyak ulama ahlussunnah.
“Di antaranya; Syaikh Abdullah Bin Baz, Syaikh Muhammad Nasiruddin Al Albani, Syaikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin, Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad, Syaikh Al Luhaidan, Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh Mufti Kerajaan Saudi Arabia, Syaikh Nashir Asy Syatsri, Syaikh Ali Hasan Al Halabi, Syaikh Masyhur Hasan Salman, Syaikh Muhammad Musa Alu Nashr, Syaikh Ibrahim Ar Ruhaily, Syaikh Abdul Malik Ramadhani Al Jazairi, Al Lajnah Ad Daimah, dan lain-lain,” sebutnya.
Firanda menjelaskan, menggunakan hak pilih berdasarkan kaidah ارْتِكَابُ أَخَفِّ الضَّرَرَيْن, tidak termasuk mendukung sistem demokrasi.
“Menggunakan hak pilih berdasarkan kaidah ارْتِكَابُ أَخَفِّ الضَّرَرَيْن tidak berarti bertanggung jawab terhadap hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang timbul di kemudian hari,” tambahnya.
Menggunakan hak pilih berdasarkan kaidah ارْتِكَابُ أَخَفِّ الضَّرَرَيْن, bahkan dinilai termasuk usaha untuk menempuh manhaj yang benar, karena mengikuti fatwa para ulama.
“Sebagai logika; Nabi shallallahu’alaihi wa sallam membiarkan seorang badui yang kencing di masjid, meskipun hal itu termasuk kemudharatan karena menajiskan masjid, bahkan Nabi mencegah para Sahabat yang hendak melarang Arab badui tersebut -meneruskan- kencingnya, karena justru akan menimbulkan kemudharatan yang lebih besar.
Jika ia tetap dilarang kencing -padahal sudah terlanjur mengeluarkan air kencingnya-, maka bisa jadi air kencingnya akan semakin berhamburan atau menyebar di masjid.
Pada peristiwa ini, tidak boleh dikatakan bahwa Nabi mendukung kencing di masjid (penajisan masjid) dan tidak boleh pula dikatakan bahwa Nabi bertanggung jawab terhadap akan ternajisinya masjid yang merupakan dampak kencing di masjid,” jelasnya memaparkan.
Firanda mengatakan, menggunakan hak pilih berdasarkan kaidah ارْتِكَابُ أَخَفِّ الضَّرَرَيْن hanya dimaksudkan untuk dan dalam rangka mengurangi keburukan-keburukan yang akan terjadi disebabkan sistem demokrasi.
“Dengan syarat kuatnya prasangka pemilih bahwa seseorang yang dipilih adalah orang yang paling memberikan maslahat yang dapat menolong manusia untuk kembali kepada Allah,” imbuhnya.
Bagi kaum Muslimin untuk mengikuti fatwa para ulama, karena mereka lebih matang keilmuannya, dan lebih mengetahui maslahat umum.
Firanda mengatakna, anjuran menggunakan hak pilih bukan berarti anjuran untuk terlibat langsung dalam kancah perpolitikan.
Majlis Fatwa DPP Perhimpunan Al-Irsyad pun menganjurkan kepada kaum Muslimin, baik yang menggunakan hak pilih atau yang tidak menggunakannya, agar selalu bersatu dan menjaga ukhuwah Islamiyah.
“Serta menjauhi perdebatan yang hanya melemahkan kaum Muslimin,” umbuhnya menganjurkan.
Kaum Muslimin pun diajak untuk selalu kembali dan mendakwahkan tauhid, bertawakal kepada Allah serta bertakwa kepada-Nya, apapun yang terjadi dan siapapun pemimpinnya.
“Karena takwa kepada Allah-lah yang akan memberikan solusi,” pungkasnya menasihati.*
Rep: SKR
Editor: Muhammad Abdus Syakur
artikel: hidayatullah.com
Tidak ada komentar: