BERCANDA tentu tidak terlarang, apalagi kepada anak. Sebab jika tidak, boleh jadi hubungan orangtua anak akan kaku. Dan, tentunya akan susah untuk membangun keakraban.
Rasulullah sendiri, kerap bercanda kepada anak-anak dan sama sekali tidak merendahkan martabat beliau sebagai utusan Allah.
Membayangkan bahwa Rasulullah di tengah kesibukan mengurusi umat, panglima pasukan tempur, keluarga, dan masalah-masalah duniawi, tetapi Nabi tetap selalu memberi dan menakar sesuatu sesuai dengan haknya.
Beliau memberikan anak-anak kecil haknya untuk disayang, dan dimanja. Beliau seringkali bermain dan bercanda bersama mereka, untuk membuat mereka ceria dan senang.
Di banyak riwayat kita bisa temukan bagaimana Rasulullah berinteraksi kepada anak-anak yang tentunya memberi ruang bagi orangtua untuk mengambil ibrah darinya.
Abu Hurairah pernah menceritakan bagaimana Nabi Suatu kali bermain dan bercanda dengan cucu beliau, Al-Hasan.
“Rasulullah Shallallahu alahi wa sallam pernah menjulurkan lidahnya bercanda dengan Al-Hasan bin Ali. Ia pun melihat merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang gembira”.
Anas bin Malik Ra menuturkan, bahwa beliau juga senang bercanda dengan Zainab. “Rasulullah sering bercanda dengan Zainab, putri Ummu Salamah Ra, beliau memanggilnya dengan: Ya Zuwainab, Ya Zuwainab, berulang kali”. Zuwainab artinya Zainab kecil.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, “Mereka (anak-anak itu) berkata, “Ya Rasulullah, mengapa engkau bercanda dengan kami?” Kemudian Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam pun menjawab, “Ya, akan tetapi aku selalu berkata benar, walau dalam senda gurau.” (HR Ahmad)
Di antara candaan beliau adalah apa yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa beliau memanggilnya dengan sebutan, “Wahai orang yang berkuping dua” (HR Abu Daud).
Seorang anak kecil bernama Abu Umair adalah anak Ummi Sulaim yang sering diajak bercanda oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam.
Pada suatu hari, terlihat wajah anak ini kelihatan murung. Rupanya dia sedang bersedih karena burung pipit peliharaannya mati. Kemudian Rasulullah pun menghampirinya dan mencoba untuk menghiburnya dengan berkata, “Hai Abu Umair, apa yang dilakukan burung pipitmu?” (Muttafaq ‘alaih)
Pada kesempatan lain, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam nampak asyik saat bercanda dengan anak-anak (kedua cucunya), sering kali Rasulullah digelantungi oleh mereka berdua.
Al-Barra berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam digelantungi Hasan, dan Beliau berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah ia.” (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).
Al-Barra’ juga mengatakan, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memperhatikan Hasan dan Husain, lalu berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai keduanya, maka cintailah keduanya” (HR Tirmidzi)
Sungguh beliau yang mulia, dengan kedudukannya. Tidak lantas memberi jarak antara ia dan anak-anak, justru kemudian memberi contoh kepada para ayah dan ibu. Tentang begitu semestinya mereka terhadap sang buah hati mesti bersikap.
Sebab jika anak kerap melempar candaan yang tak lagi terdengar lucu, seperti lelucon jorok atau menyakiti orang lain yang tidak sesuai dengan tumbuh kembangnya. Justru akan berbahaya.
Jika hal tersebut yang terjadi, sebaiknya segera temukan penyebabnya. Apakah anak hanya ikut-ikutan mengucapkan tanpa tahu artinya. Atau bahkan ia justru senang melakukannya.
Perhatikan reaksi lingkungan ketika anak mengatakan kata-kata tertentu. Siapa tahu perilakunya menjadi-jadi jika Anda atau teman-temannya selalu tertawa mendengar leluconnya. Bisa jadi dia butuh perhatian dari anda atau orang lain.
Beri penjelasan dengan lembut bahwa kata-katanya dapat menyakiti hati orang atau kurang pantas diucapkan. Terus beri bimbingan tentang apa yang harus dan tidak harus diucapkan. Ajarkanlah sang anak berbicara sopan dan bertingkah sopan secara verbal maupun nonverbal.
Tanyakan kepada si kecil, bagaimana reaksinya jika orang lain mengatakan hal yang sama padanya. Bagaimana persaannya saat ia berada pada posisi orang lain. Cara ini efektif untuk dapat mengasah empati anak dan meningkatkan keterampilan sosialnya.
Selanjutnya, tegaskan pada si kecil dengan membicarakan konsekuensi jika ia masih mengulangi lelucon yang sama. Tentunya dengan konsekwensi yang juga mendidik. Jangan segan untuk meberi pujian padanya saat ia melakukan sesuatu yang benar.
Ajak si kecil bercanda mungkin ia jenuh. Berikan contoh dengan candaan-candaan yang mendidik serta mengedukasi si kecil untuk berkembang sesuai masa dan waktunya.
Terakhir, intropeksi diri jangan sampai kata kotor dan tak berpendidikan itu justru berasal dari lingkungan rumah, atau bahkan orang tualah yang menjadi sumbernya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Siapa memiliki anak kecil, hendaklah ia bercanda dan bermain dengan mereka.” (HR. Ad-Dailami dan Ibnu ‘Asakir).
Rasulullah sendiri, kerap bercanda kepada anak-anak dan sama sekali tidak merendahkan martabat beliau sebagai utusan Allah.
Membayangkan bahwa Rasulullah di tengah kesibukan mengurusi umat, panglima pasukan tempur, keluarga, dan masalah-masalah duniawi, tetapi Nabi tetap selalu memberi dan menakar sesuatu sesuai dengan haknya.
Beliau memberikan anak-anak kecil haknya untuk disayang, dan dimanja. Beliau seringkali bermain dan bercanda bersama mereka, untuk membuat mereka ceria dan senang.
Di banyak riwayat kita bisa temukan bagaimana Rasulullah berinteraksi kepada anak-anak yang tentunya memberi ruang bagi orangtua untuk mengambil ibrah darinya.
Abu Hurairah pernah menceritakan bagaimana Nabi Suatu kali bermain dan bercanda dengan cucu beliau, Al-Hasan.
“Rasulullah Shallallahu alahi wa sallam pernah menjulurkan lidahnya bercanda dengan Al-Hasan bin Ali. Ia pun melihat merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang gembira”.
Anas bin Malik Ra menuturkan, bahwa beliau juga senang bercanda dengan Zainab. “Rasulullah sering bercanda dengan Zainab, putri Ummu Salamah Ra, beliau memanggilnya dengan: Ya Zuwainab, Ya Zuwainab, berulang kali”. Zuwainab artinya Zainab kecil.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, “Mereka (anak-anak itu) berkata, “Ya Rasulullah, mengapa engkau bercanda dengan kami?” Kemudian Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam pun menjawab, “Ya, akan tetapi aku selalu berkata benar, walau dalam senda gurau.” (HR Ahmad)
Di antara candaan beliau adalah apa yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa beliau memanggilnya dengan sebutan, “Wahai orang yang berkuping dua” (HR Abu Daud).
Seorang anak kecil bernama Abu Umair adalah anak Ummi Sulaim yang sering diajak bercanda oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam.
Pada suatu hari, terlihat wajah anak ini kelihatan murung. Rupanya dia sedang bersedih karena burung pipit peliharaannya mati. Kemudian Rasulullah pun menghampirinya dan mencoba untuk menghiburnya dengan berkata, “Hai Abu Umair, apa yang dilakukan burung pipitmu?” (Muttafaq ‘alaih)
Pada kesempatan lain, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam nampak asyik saat bercanda dengan anak-anak (kedua cucunya), sering kali Rasulullah digelantungi oleh mereka berdua.
Al-Barra berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam digelantungi Hasan, dan Beliau berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah ia.” (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).
Al-Barra’ juga mengatakan, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memperhatikan Hasan dan Husain, lalu berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai keduanya, maka cintailah keduanya” (HR Tirmidzi)
Sungguh beliau yang mulia, dengan kedudukannya. Tidak lantas memberi jarak antara ia dan anak-anak, justru kemudian memberi contoh kepada para ayah dan ibu. Tentang begitu semestinya mereka terhadap sang buah hati mesti bersikap.
Sebab jika anak kerap melempar candaan yang tak lagi terdengar lucu, seperti lelucon jorok atau menyakiti orang lain yang tidak sesuai dengan tumbuh kembangnya. Justru akan berbahaya.
Jika hal tersebut yang terjadi, sebaiknya segera temukan penyebabnya. Apakah anak hanya ikut-ikutan mengucapkan tanpa tahu artinya. Atau bahkan ia justru senang melakukannya.
Perhatikan reaksi lingkungan ketika anak mengatakan kata-kata tertentu. Siapa tahu perilakunya menjadi-jadi jika Anda atau teman-temannya selalu tertawa mendengar leluconnya. Bisa jadi dia butuh perhatian dari anda atau orang lain.
Beri penjelasan dengan lembut bahwa kata-katanya dapat menyakiti hati orang atau kurang pantas diucapkan. Terus beri bimbingan tentang apa yang harus dan tidak harus diucapkan. Ajarkanlah sang anak berbicara sopan dan bertingkah sopan secara verbal maupun nonverbal.
Tanyakan kepada si kecil, bagaimana reaksinya jika orang lain mengatakan hal yang sama padanya. Bagaimana persaannya saat ia berada pada posisi orang lain. Cara ini efektif untuk dapat mengasah empati anak dan meningkatkan keterampilan sosialnya.
Selanjutnya, tegaskan pada si kecil dengan membicarakan konsekuensi jika ia masih mengulangi lelucon yang sama. Tentunya dengan konsekwensi yang juga mendidik. Jangan segan untuk meberi pujian padanya saat ia melakukan sesuatu yang benar.
Ajak si kecil bercanda mungkin ia jenuh. Berikan contoh dengan candaan-candaan yang mendidik serta mengedukasi si kecil untuk berkembang sesuai masa dan waktunya.
Terakhir, intropeksi diri jangan sampai kata kotor dan tak berpendidikan itu justru berasal dari lingkungan rumah, atau bahkan orang tualah yang menjadi sumbernya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Siapa memiliki anak kecil, hendaklah ia bercanda dan bermain dengan mereka.” (HR. Ad-Dailami dan Ibnu ‘Asakir).
artikel: keluargapedia.com
Tidak ada komentar: