Namanya Gamal Albinsaid. Lahir 8 September 1989, dokter muda ini betul-betul anti mainstream. Tak seperti banyak dokter yang menetapkan tarif tinggi, Gamal malah mau dibayar dengan sampah. Lho, nggak rugi?
Ada alasan kenapa Gamal berbuat demikian. Dia ingat, suatu hari, dengan kisah seorang bocah perempuan miskin. Sebut saja namanya Khairunnisa (Nisa). Nisa, saat itu terkena diare. Ayahnya, yang cuma pemulung, tak sanggup membawanya berobat ke dokter. Akhirnya, Nisa cuma diobati ala kadarnya.
Bukannya berangsur sembuh, Nisa malah tambah sakit. Semakin parah. Diarenya berujung dramatis: Nisa ditemukan meninggal. Mayatnya tergeletak di antara kardus-kardus bekas.
Gamal terenyuh dengan kisah Nisa dan bertekad menemukan jalan agar orang miskin bisa berobat. Bersama teman-temannya di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, ia pun mendirikan Klinik Asuransi Sampah (KAS). Siapa pun orang miskin yang menjadi anggota KAS, akan mendapatkan asuransi kesehatan.
Tapi, dari mana biaya operasional KAS, jika anggotanya membayar dengan sampah?
Setiap bulannya, setiap anggota KAS mengumpulkan sampah organic dan atau anorganik. Seberapa banyak? Sampai sampah mereka senilai 10 ribu rupiah. Sampah yang mereka dapat diolah menjadi pupuk dan dijual Rp 7 ribu per kilogram. Uang penjualan inilah yang menjadi dana KAS beroperasi.
Ajaibnya, hanya dengan 10 ribu tersebut, setiap anggota bisa mendapatkan asuransi kesehatan primer, dan pelayanan kesehatan yang tidak terbatas pada penyakit ringan. KAS juga mengobati sakit kencing manis, darah tinggi, gangguan jiwa, infeksi, dan jantung.
Alhasil, kehadiran KAS memukau banyak orang. Gamal diganjar penghargaan Sustainable Living Young Entrepreneurs dari Kerajaan Inggris di tahun 2014. Dia menjadi juara pertama, mengalahkan 510 peserta dari 90 negara. Selain itu, Gamal pun mendapatkan hadiah senilai Rp 800 juta, dukungan dari Cambridge Programme for Sustainability Leadership (CPSL), dan Unilever. Ke depannya, Gamal pun bercita-cita ingin mendirikan sekolah yang dibayar dengan sampah.
Alhamdulillah ya, kita masih punya dokter dengan jiwa sosial seperti Gamal
Ada alasan kenapa Gamal berbuat demikian. Dia ingat, suatu hari, dengan kisah seorang bocah perempuan miskin. Sebut saja namanya Khairunnisa (Nisa). Nisa, saat itu terkena diare. Ayahnya, yang cuma pemulung, tak sanggup membawanya berobat ke dokter. Akhirnya, Nisa cuma diobati ala kadarnya.
Bukannya berangsur sembuh, Nisa malah tambah sakit. Semakin parah. Diarenya berujung dramatis: Nisa ditemukan meninggal. Mayatnya tergeletak di antara kardus-kardus bekas.
Gamal terenyuh dengan kisah Nisa dan bertekad menemukan jalan agar orang miskin bisa berobat. Bersama teman-temannya di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, ia pun mendirikan Klinik Asuransi Sampah (KAS). Siapa pun orang miskin yang menjadi anggota KAS, akan mendapatkan asuransi kesehatan.
Tapi, dari mana biaya operasional KAS, jika anggotanya membayar dengan sampah?
Setiap bulannya, setiap anggota KAS mengumpulkan sampah organic dan atau anorganik. Seberapa banyak? Sampai sampah mereka senilai 10 ribu rupiah. Sampah yang mereka dapat diolah menjadi pupuk dan dijual Rp 7 ribu per kilogram. Uang penjualan inilah yang menjadi dana KAS beroperasi.
Ajaibnya, hanya dengan 10 ribu tersebut, setiap anggota bisa mendapatkan asuransi kesehatan primer, dan pelayanan kesehatan yang tidak terbatas pada penyakit ringan. KAS juga mengobati sakit kencing manis, darah tinggi, gangguan jiwa, infeksi, dan jantung.
Alhasil, kehadiran KAS memukau banyak orang. Gamal diganjar penghargaan Sustainable Living Young Entrepreneurs dari Kerajaan Inggris di tahun 2014. Dia menjadi juara pertama, mengalahkan 510 peserta dari 90 negara. Selain itu, Gamal pun mendapatkan hadiah senilai Rp 800 juta, dukungan dari Cambridge Programme for Sustainability Leadership (CPSL), dan Unilever. Ke depannya, Gamal pun bercita-cita ingin mendirikan sekolah yang dibayar dengan sampah.
Alhamdulillah ya, kita masih punya dokter dengan jiwa sosial seperti Gamal
source: mulchias
Tidak ada komentar: