Menyemir rambut dengan warna hitam, apa hukumnya ?

Pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah di haramkan berdasarkan sabda nabi shallalallahu alahi wassalam

يكون قوم يخضبون في آخر الزمان بالسواد كحواصل الحمام لا يريحون رائحة الجنة 
“kelak pada akhir zaman akan ada kaum yang menyemir (rambutnya) dengan (bahan) hitam seperti tembulon burung merpati mereka tidak (akan) merasakan wanginya surga.” (HR. Abu Daud, 4/355)

Menyemir rambut dengan warna hitam, apa hukumnya
toko tonic
Biasanya mewarnai rambut menjadi hitam ketika rambut telah memutih (beruban), bukan berarti rambut asalnya pirang atau putih boleh merubah warna menjadi hitam. 

Uban yang ada pada rambut seolah aib bagi sebagian orang yang harus dihilangkan dengan warna hitam, yang berbagai alasan tujuannya. Merubah warna uban ke hitam bisa masuk kepada bentuk ketidak ridhoan atas ketetapan Allah ta’ala dan menipu khalayak ramai.


Menghitamkan rambut memiliki dampak buruk kepada pelakunya, tingkah lakunya akan membuatnya merasa sombong dan berbangga diri (merasa lebih muda). Tampilan luar tidak akan mempengaruhi Kenyataan lebih mendekati kematian.

baca juga: pembagian air 

Namun apa solusi lain selain warna hitam ?
Dalam hal ini Rasulullah shallallahu alahi wassalam pernah dihadapkan kepadanya Abu Quhafah,terlihat rambut dan jenggotnya telah putih alias beruban pada saat pembukaan kota mekkah.kemudian Rasulullah shallallahu alahi wassalam bersabda :
غيروا هذا بشيء و اجتنبوا السّواد
ubahlah ini (yang benar; uban ini, Bin Baz)dengan sesuatu, hindarkanlah (dari warna) hitam.”(HR. Muslim, 3/1663)

baca juga: titik bekam sunnah

Dalam riwayat lain mengatakan bahwasanya Rasulullah shallallahu alahi wassalam menyemir ubannya dengan daun pacar atau semacamnya yang mebuat rambut atau jenggot kekuning-kuningan atau kemerah-merahan atau agak mendekati warna coklat.

Hukum ini juga berlaku bagi kaum hawa.

Sumber referensi pembahasan : syeikh Muhammad Shalih Al Munajjid,dosa-dosa yang dianggap biasa, (yayasan Al sofwa,1997) cet I, penerjemah Ainul Haris Umar Thayib, h.116

Tidak ada komentar: